Senin, 28 Oktober 2019

Hamil Sebelum Menikah?

Kehamilan, seharusnya menjadi kabar yang menggembirakan. Namun, bagaimana jika kehamilan terjadi sebelum pernikahan?
Tentu bagi masyarakat kita, kehamilan di luar nikah adalah hal tabu dan ditentang secara sosial. Sehingga para pelaku dan keluarganya akan mendapat sanksi sosial - menjadi objek gunjingan masyarakat. Apakah yang mendasari para pelaku untuk melakukan hal yang dilarang oleh agama dan sosial ini? Sikap seperti apa yang harus diambil oleh keluarga para pelaku?

Membayangkan kerabat atau anak kita hamil sebelum menikah tentunya menjadi pukulan berat yang sulit untuk dihadapi. Perasaan tak tergambarkan tentu dirasakan oleh orang tua - antara marah, menyesal, dan iba. Apalagi mengetahui anak gadis yang sudah dirawat sejak kecil kini mengandung bayi kecil tak berdosa. Dan harus merasakan sulitnya membawa bayi di dalam rahim selama 9 bulan. Tentunya perasaan campur aduk tak hanya dirasakan oleh orang tua, si anak pun merasakan penyesalan yang teramat, namun seperti pepatah yang mengatakan "nasi sudah menjadi bubur".
Penyesalan tak ada guna, yang perlu dilakukan adalah bertanggung jawab atas tindakan yang sudah diambil dan komitmen menjaga bayi tak yang berdosa itu.

Namun, apa yang mendasari anak melakukan hubungan di luar nikah? Dari yang saya alami - ada anggota keluarga yang mengalami hal ini. Pelampiasan atas kesepian, kurangnya perhatian keluarga dan minimnya pendidikan agama menjadi alasan mereka melakukan hubungan terlarang itu. Mengapa agama? Karena aqidah dan ketaatan beragama diharapkan menjadi barier anak untuk tidak melakukan tindakan terlarang -  ketaatan terhadap perintah Tuhan -  yang diharapkan oleh orang tua menjadi rem bagi anak untuk tidak bertindak di luar batas.

Bagi para orang tua di luar sana, yang mungkin sedang menghadapi masalah yang sama. Marah dan mengusir anak bukan menjadi jalan keluar, malah saya kira menjadi permasalahan baru. Sebagai orang tua, kita terlebih dahulu harus bisa mengendalikan amarah dan kekecewaan, agar bisa berpikir jernih untuk mengambil tindakan selanjutnya. Lalu berserah kepada takdir Tuhan, bahwa mungkin ini jalan yang harus dilalui oleh anak kita.

Sebagai orang tua, kita diharapkan bisa mengikhlaskan hal yang sudah terjadi. Selanjutnya jika pernikahan menjadi suatu kewajiban dan dikehendaki oleh kedua anak, maka sebaiknya segera dilaksanakan. Agar bayi yang kelak terlahir memiliki hak yang sama secara hukum dengan anak lainnya.

Maka dari itu - menurut saya - yang menjadi fokus kita adalah menjaga agar kehamilan berjalan dengan baik, demi kebaikan ibu dan calon bayi yang akan dilahirkan nanti. Menjaga atmosfer lingkungan agar mendukung proses kehamilan, karena sang anak pasti merasakan tekanan emosi yang tak tersalurkan - perasaan penyesalan dan bersalah. Dikhawatirkan anak akan mengambil tindakan tak diinginkan yang membahayakan nyawanya dan bayi yang ada di dalam kandungan.

Yang terakhir, mari kita saling mendoakan agar anak-anak gadis lainnya terhindar dari tindakan di luar batas, dan para orang tua yang sedang mengalami kejadian semacam ini diberikan kekuatan dan keikhlasan. Mari kita berserah diri pada Tuhan, dan percaya bahwa ada rencana terbaik yang sedang dipersiapkan bagi kehidupan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar