Berikut ulasan skripsi saya yang berjudul :
"Akumulasi Logam Berat (Cu, Zn, Pb, Cd) pada Mangrove Avicennia marina (Forsk.) Vierh. dan Rhizophora mucronata Lmk. Di Muara Sungai Ajkwa Dalam Area Kontrak Kerja PT Freeport Indonesia Kabupaten Mimika Provinsi Papua".
ABSTRAK
Mangrove cenderung mengakumulasi unsur logam berat yang berada di sekitar tumbuhan tersebut. Penelitian tentang akumulasi logam berat (Cu, Zn, Pb, Cd) pada mangrove Avicennia marina (Forsk.) Vierh. dan Rhizophora mucronata Lmk. dilakukan di muara Sungai Ajkwa, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kemampuan A. marina dan R. mucronata dalam mengakumulasi logam berat, mengetahui perbedaan akumulasi logam berat antarorgan tumbuhan A. marina dan R. mucronata, serta peran kedua spesies mangrove tersebut dalam upaya mengurangi pencemaran logam berat di muara Sungai Ajkwa. Sampel yang dianalisis terdiri atas organ tumbuhan mangrove dan sedimen. Analisis dilakukan menggunakan Induction Coupled Plasma Optima (ICP) 5300 DV [PerkinElmer]. Hasil penelitian menunjukkan A. marina dan R. mucronata mampu mengakumulasi logam berat Cu dan Zn, namun kurang mampu mengakumulasi logam berat Pb dan Cd. Terdapat perbedaan akumulasi logam berat antarorgan mangrove tersebut. Keberadaan A. marina dan R. mucronata mampu mengurangi pencemaran logam berat yang terjadi di muara Sungai Ajkwa.
PENDAHULUAN
Aktivitas pembangunan yang sangat tinggi
dapat menimbulkan berbagai dampak negatif bagi lingkungan, termasuk bagi
manusia. Dampak negatif tersebut terjadi
akibat bahan pencemar (polutan), yang kualitas dan kuantitasnya semakin
meningkat. Salah satu polutan ialah
logam berat (Appanna et al.1995: 105;
Effendi 2003: 195; Palar 2004: 11--12; Noor 2006: 92). Logam berat secara alami sudah ada di
lingkungan, termasuk di batuan, namun dalam konsentrasi yang rendah, yaitu 10-5--10-2
mg/kg. Aktivitas manusia, seperti
kegiatan industri, pertanian, dan pertambangan dapat meningkatkan konsentrasi
logam berat secara signifikan di lingkungan (Hutagalung 1991: 52; Daryanto 2004: 16; Ariesabeth 2005:
5).
Kegiatan pertambangan, seperti
pengolahan dan pembuangan pasir sisa tambang (tailing), menyebabkan peningkatan konsentrasi logam berat di
lingkungan (Jaringan Advokasi Tambang 2004: 1 & 3; Sihombing 2006: 3; Pohan
dkk. 2007: 1--3). Tailing
merupakan hasil samping produk pertambangan yang mengandung satu atau lebih logam
berat yang beracun dan berbahaya (B3) bagi makhluk hidup, antara lain kadmium
(Cd) dan timbal (Pb) (Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL 2001: 10). Salah satu perusahaan pertambangan yang
menghasilkan tailing, yaitu PT
Freeport Indonesia di Papua (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia 2006: 24).
PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan
perusahan pertambangan terbesar yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi
tembaga, emas, dan perak di Indonesia (Nuraini 2008: 1). Proses produksi di pabrik pengolahan bijih
PTFI menghasilkan ±3% mineral yang mengandung tembaga, emas, dan perak serta
±97% tailing (Soehoed 2005: 27--28;
Herman 2006: 32; Nuraini 2008: 1). Tailing dari pabrik pengolahan bijih
PTFI di dataran tinggi, (mile 74),
dialirkan melalui sistem sungai ke daerah pengendapan di kawasan dataran rendah
yang disebut Daerah Pengendapan Ajkwa yang Dimodifikasi (Modifield Ajkwa Deposition Area atau ModADA). ModADA merupakan bantaran Sungai Ajkwa yang
direkayasa dan dikelola sebagai wilayah pengendapan tailing. Tailing sebanyak ±223.100 ton perhari
diendapkan dalam ModADA (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia 2006: 25--26).
Proses
pengendapan tailing di ModADA
dilakukan berdasarkan gaya gravitasi, sehingga tailing terdistribusi menurut ukuran partikel. Tailing
yang ukuran partikelnya kasar
(≥175 µm) dan medium (150--175 µm) mengendap dalam ModADA,
sedangkan tailing yang ukuran
partikelnya halus (38--75 µm)
dan sangat halus (≤38 µm) terbawa menuju ke muara Sungai Ajkwa
dan perairan laut Arafuru (Soehoed 2005: 49--52; PT Freeport Indonesia 2006:
9--10; Wahana Lingkungan Hidup Indonesia 2006: 24).
Tailing berpartikel
halus dan sangat halus yang terbawa oleh aliran sungai, kemudian bertemu dengan arus pasang di muara,
sehingga tailing
mengendap di
sepanjang kedua sisi muara Sungai Ajkwa.
Pengendapan tailing
menyebabkan terbentuknya daratan baru, yang dapat menjadi substrat bagi
pertumbuhan propagul mangrove. Propagul mangrove
tersebut berasal dari vegetasi mangrove
yang sudah ada di muara Sungai Ajkwa sebelumnya (Zonggonau 2004: 5; Soehoed
2005: 38) (lihat Gambar 1.1).
Keberadaan mangrove
di muara Sungai Ajkwa memberi dampak positif bagi ekosistem setempat, antara
lain memperbaiki kondisi tanah.
Perbaikan kondisi tanah oleh mangrove dilakukan dengan menyerap unsur
berbahaya yang terdapat di dalam sedimen tailing,
seperti logam berat (Ariesabeth 2005: 5; Nontji 2005: 109; Saparinto 2007:
26). Penelitian tentang akumulasi logam
berat pada mangrove di muara Sungai
Ajkwa belum pernah dilakukan. Oleh
karena itu, belum ada data yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui
jumlah akumulasi logam berat pada mangrove
di muara Sungai tersebut. Penelitian yang telah dilakukan, bertujuan untuk
mengetahui kemampuan mangrove Avicennia marina (Forsk.) Vierh.
dan Rhizophora muconata Lmk. dalam mengakumulasi logam berat (Cu, Zn, Pb, Cd),
mengetahui perbedaan akumulasi logam berat (Cu, Zn, Pb, Cd) antarorgan A. marina dan R. mucronata, serta peran kedua jenis mangrove tersebut dalam upaya mengurangi pencemaran logam berat di
muara Sungai Ajkwa, yang berada dalam area kontrak kerja PT Freeport Indonesia,
Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
Dikarenakan keterbatasan space, maka saya hanya bisa men-share abstrak dan pendahuluannya. Jika butuh info detail data penelitian dan lainnya, silahkan tinggalkan pesan.
Terima kasih